Jadi, dia harus menjelaskan kalau memang enggak ada hitungan, di mana enggak ada hitungannya? Apa dasarnya? Yang diumumkan oleh Saut dan Febri (Jubir KPK pada 2017, Febri Diansyah, red.) itu mana dia? Siapa penyidiknya?
Jakarta (KABARIN) - Saut Situmorang, pimpinan KPK periode 2015-2019, menilai pimpinan KPK saat ini perlu memberikan penjelasan ke publik soal kerugian negara yang disebut mencapai Rp2,7 triliun akibat dugaan korupsi mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
“Jadi, dia harus menjelaskan kalau memang enggak ada hitungan, di mana enggak ada hitungannya? Apa dasarnya? Yang diumumkan oleh Saut dan Febri itu mana dia? Siapa penyidiknya?” ujar Saut saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Menurut Saut, penting bagi KPK periode 2024-2029 untuk menjawab hal ini karena keputusan menghentikan penyidikan kasus Aswad Sulaiman dilakukan karena keterbatasan bukti, terutama akibat kendala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam menghitung kerugian negara.
“Iya, dia harus jelaskan terus yang dulu itu bagaimana gitu? Memangnya yang dulu itu kami paksa-paksa supaya ketemu angkanya? Enggak bisa juga kan misalnya,” kata Saut menambahkan.
Saut menegaskan KPK pada masanya sudah bekerja sama dengan BPK RI sebelum mengumumkan status tersangka Aswad Sulaiman.
“Oh iya, sudah. Ya kan kami enggak boleh asal sebut. Dasarnya apa? Nanti kami jadi bahan omongan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa KPK periode 2024-2029 perlu transparan dan akuntabel, serta menjelaskan apakah pengumuman status tersangka dan kerugian negara pada 3 Oktober 2017 itu keliru atau tidak.
“Cari dan temui penyidik yang sebelumnya itu. Sudah ditanya enggak? Agar ‘oh berarti pimpinan sebelumnya ini ngaco semua nih’. Iya kan? Iya dong? Benar enggak? Kenapa mengumumkan sesuatu ini? Ya itu yang kembali lagi saya bilang, please, transparan, akuntabel, terus kemudian bebas kepentingan, dan anda harus jujur,” kata Saut.
Sebelumnya, pada 3 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman selaku Penjabat Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 dan Bupati Konawe Utara periode 2011–2016 sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, tahun 2007-2014.
KPK menduga Aswad Sulaiman mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, KPK menduga Aswad Sulaiman selama 2007–2009 menerima dugaan suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan.
Pada 14 September 2023, KPK berencana menahan Aswad Sulaiman namun batal karena yang bersangkutan dilarikan ke rumah sakit.
Kemudian pada 26 Desember 2025, KPK mengumumkan penghentian penyidikan kasus tersebut karena tidak ditemukan kecukupan bukti.
Pada 29 Desember 2025, KPK menjelaskan kendala BPK RI dalam menghitung kerugian negara menjadi alasan tidak adanya bukti cukup untuk melanjutkan proses hukum.
Editor: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Copyright © KABARIN 2025